Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Riset: 1 dari 10 Ibu Hamil di Dunia Alami Keguguran



FEMINIA-Keguguran merupakan peristiwa medis yang bisa menyisakan trauma bagi ibu hamil. Studi terbaru menemukan, satu dari sepuluh ibu hamil di dunia mengalami keguguran.

Data dalam studi terbaru yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet ini menemukan sekitar 23 juta kasus keguguran terjadi setiap tahunnya. Namun, para peneliti yakin bahwa data sebenarnya akan lebih besar dari angka tersebut.

Para peneliti menganalisis data dari berbagai negara di dunia. Hasilnya, sebanyak 11 persen perempuan mengalami keguguran setidaknya satu kali dalam hidup mereka. Sebanyak 2 persen mengalami dua kali keguguran, sementara kurang dari 1 persen mengalami tiga kali keguguran atau lebih.

Studi juga menyoroti adanya ketidakmerataan perawatan untuk ibu hamil yang mengalami keguguran di berbagai negara, termasuk pada negara-negara berpenghasilan tinggi.

"Sebuah sistem baru diperlukan untuk memastikan keguguran dikenali dengan lebih baik. Ibu hamil bisa diberikan perawatan kesehatan fisik dan mental yang mereka butuhkan," ujar para peneliti dalam sebuah pernyataan, melansir AFP.

Tak hanya itu, studi juga menyoroti tingginya angka kesalahpahaman tentang keguguran. Banyak perempuan percaya bahwa keguguran disebabkan oleh mengangkat benda berat atau penggunaan kontrasepsi sebelumnya.

Perempuan juga berpikir bahwa tidak ada pengobatan yang efektif untuk mencegah keguguran, terutama pada perempuan berisiko tinggi.

"Kesalahpahaman seperti itu dapat merusak, membuat perempuan dan pasangannya merasa bersalah dan putus asa untuk mencari pengobatan dan dukungan," catat para penulis.

Selain itu, studi juga menemukan kaitan antara keguguran dengan kesehatan mental. Keguguran ditemukan memicu kecemasan dan depresi. Sebanyak 20 persen perempuan mengalami gangguan stres pasca-trauma (PTSD) sembilan bulan setelah keguguran.

Penelitian ini menjadi pengingat bagi negara-negara untuk memperbaiki sistem kesehatannya masing-masing. Peneliti merekomendasikan agar otoritas kesehatan setiap negara memperkuat layanan perawatan untuk kasus keguguran, meningkatkan pencegahan, dan mengidentifikasi perempuan berisiko tinggi.

"Sudah terlalu lama masalah keguguran ini dibiarkan. Sudah bukan waktunya lagi bagi dokter dan masyarakat untuk menenangkan perempuan yang baru mengalami keguguran dengan kalimat 'coba lagi nanti untuk hamil'," tutup peneliti.

"Sudah terlalu lama kondisi keguguran dipinggirkan. Era memberi tahu perempuan untuk ;coba lagi' sudah berakhir," tutup peneliti.(mr/cnn)