Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Melacak Jejak Cendol, Minuman yang Dikenal Sejak Zaman Majapahit



FEMINIA-Dari sekian banyak sajian berbuka, es cendol mungkin jadi salah satu pilihan Anda.

Selain rasanya yang nikmat, kesegaran es cendol bisa memuaskan dahaga setelah seharian berpuasa. Es cendol juga mudah ditemukan dan harganya terjangkau.

Tapi tahukah Anda dari mana asal mula es cendol? dan apa bedanya dengan es dawet? Dari mana pula asalnya es cendol 'Elizabeth' yang melegenda di Kota Parahyangan, Bandung?
Es cendol sendiri awalnya terbuat tepung hunkwe, namun kini es cendol banyak menggunakan tepung beras karena lebih praktis dan mudah ditemukan. Cendol yang sudah dibentuk kemudian disajikan dengan air gula merah, santan, dan disajikan dengan es batu agar dingin. Seiring perkembangan zaman, kini es cendol memiliki banyak varian, seperti es cendol dengan isian nangka, kelapa, atau es cendol alpukat.

Lalu dari mana awal mula panganan manis nan menyegarkan ini?

Cendol mungkin sudah umum di beberapa negara Asia sejak lama. Hal ini dikarenakan bahan baku pembuatan cendol, seperti tepung beras, tepung sagu, atau tepung kacang hijau mudah di temukan di Asia Tenggara.Negara seperti Singapura, Malaysia, dan Kamboja juga menawarkan menu es cendol khas, meski sebenarnya sajian ini mirip-mirip.

Pada 2018 lalu, CNN merilis daftar 50 desserts alias makanan penutup andalan dari berbagai penjuru dunia, salah satunya cendol. Namun ini disebut berasal dari Singapura. Ketika dihubungi, pakar kuliner, William Wongso, mengaku tak heran dengan keberadaan cendol di Singapura. Cendol, kata William, ditemukan di berbagai negara Asia Tenggara. Selain di Singapura dan Indonesia, cendol juga ditemukan di sejumlah negara Asean lainnya seperti Malaysia, Kamboja, Timor Timur, Vietnam, Thailand, dan Myanmar dengan nama yang saling berbeda satu sama lain.

Yang membedakan di antara kesemuanya ialah ragam sajian dan bahan cendol yang ditonjolkan. "Bahan cendol, kan, sagu, tepung sari kacang hijau atau tepung hunkwe dan tepung beras. Masing-masing bikin dengan komposisi beda," ujar William saat itu.

Hikayat Cendol

Belum jelas siapa yang pertama kali menemukan cendol. Ada banyak cerita yang mengisahkan awal mula ditemukannya cendol.

Cendol tertera di buku kesusastraan Jawa Baru "Serat Centhini" yang terbit pertama kali pada 1814. Temuan ini menguatkan bahwa cendol mungkin berasal dari daratan Jawa.

Selain tercatat di buku Serat Centhini, cendol juga tercatat dalam Kamus Besar Bahasa Belanda yang terbit di Hindia-Belanda (kini Indonesia) pada abad 19. Kata cendol dituliskan dengan 'tjendol of dawet' yang terbuat dari tepung sagu yang didihkan hingga berbentuk seperti agar-agar, kemudian disaring dan diberikan gula jawa.

Dua catatan literasi tersebut seakan-akan makin menguatkan bahwa cendol memang berasal dari Indonesia, tepatnya dari Pulau Jawa.

Pakar kuliner dan pangan Universitas Gadjah Mada, Murdijati Gardjito, mengungkapkan istilah 'cendol' sendiri awalnya biasa digunakan oleh masyarakat Tatar Sunda. Cendol terbentuk dari cetakan berlubang yang ditekan. Adonan akan muncul dari lubang atau masyarakat menyebutnya dengan istilah 'jendol'. Dari situ, perlahan nama 'cendol' dikenal.

Murdijati mengungkapkan cendol telah hadir sejak zaman Kerajaan Majapahit. Cendol bermula dari amukan perang antara tiga wilayah: Kadipaten Paranggaruda, Kadipaten Carangsoka, dan Kadipaten Majasem. Ketiganya berada di wilayah Kabupaten Pati, Jawa Tengah, yang kemudian menjadi salah satu daerah yang diakui Kerajaan Majapahit.

Dikisahkan, Paranggaruda kalah di tangan Carangsoka. Kekalahan itu membuat adipati Carangsoka menugaskan Raden Kembang Jaya untuk menjaga wilayah perbatasan.

Raden Kembang Jaya pun harus mencari lokasi yang pas untuk dijadikan pos penjagaan. Di tengah kondisi lelah itu, tiba-lah seorang penjual minuman di hadapan Raden Kembang Jaya.

"Dia minum lalu ngomong kalau minumannya enak. Dia bertanya (minumannya terbuat) dari apa. Si penjual bilangnya dari dawet dan cairannya dari santan. Raden Kembang Jaya mengagumi kesegaran dawet itu," kisah Murdijati.

Kala itu, cerita Murdijati, Kerajaan Majapahit masih menguasai tanah Jawa. Perlahan, Majapahit berekspansi ke berbagai penjuru, termasuk wilayah yang kini disebut sebagai Singapura dan bagian semenanjung yang kita kenal sebagai Johor, Malaysia.

Dari situ lah, dawet masuk ke kedua wilayah tersebut dibawa oleh para prajurit Majapahit. Dugaan ini semakin diperkuat dengan keberadaan wilayah bernama Kecamatan Pesantenan di Kabupaten Pati.

Warga Jawa Timur juga punya cerita sendiri soal cendol. Dikisahkan Warok Suromenggolo, seorang tokoh berpengaruh di Ponorogo, Jawa Timur. Dia menikahkan adiknya dengan salah satu putri raja terakhir Kerajaan Majapahit.

Namun, pesta pernikahan antara sang adik dan putri raja justru berujung perang. Di tengah perasaan lelah itu, Warok Suromenggolo beristirahat di Desa Jabung. Di sana, ia bertemu dengan seorang penjual dawet. Tak ayal, dawetpun menyegarkan dahaganya.

"Lalu Warok Suromenggolo punya kata-kata sakti, (bahwa) siapa saja warga desa yang mau garap dawet, maka (warga) akan makmur," ujar Murdijati berkisah.

Kata-kata sakti Warok Suromenggolo itu terbukti. Kini, dawet jabung begitu tersohor di seantero Jawa Timur.(fm/cnn)