Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

WHO Sebut 1 dari 4 Orang di Dunia Alami Masalah Pendengaran pada 2050



FEMINIA-Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa satu dari empat populasi dunia akan menderita masalah pendengaran pada 2050, Selasa (2/3) kemarin.

Atas laporan tersebut, WHO lantas menyerukan untuk investasi ekstra dalam pencegahan dan pengobatan.

Laporan global pertama tentang pendengaran mengatakan bahwa penyebab banyak masalah - seperti infeksi, penyakit, cacat lahir, paparan kebisingan, dan pilihan gaya hidup - dapat dicegah.

"Kegagalan bertindak akan merugikan dalam hal kesehatan dan kesejahteraan mereka yang terkena dampak, dan kerugian finansial yang timbul dari masalah dalam hal komunikasi, pendidikan dan pekerjaan," kata laporan itu, sebagaimana dikutip dari AFP.

Menurut WHO, satu dari lima orang di seluruh dunia memiliki masalah pendengaran saat ini.

"Jumlah orang dengan gangguan pendengaran dapat meningkat lebih dari 1,5 kali lipat selama tiga dekade mendatang, menjadi 2,5 miliar orang - naik dari 1,6 miliar pada 2019," demikian keterangan WHO.

Dari 2,5 miliar penduduk dunia, 700 jutanya pada 2050 - naik dari 430 juta pada 2019 - diprediksi akan memiliki kondisi yang cukup serius sehingga memerlukan beberapa jenis perawatan.

Sebagian besar kenaikan yang diharapkan disebabkan oleh tren demografis dan populasi.

Akses pengobatan yang buruk
Kontributor utama masalah pendengaran adalah kurangnya akses ke perawatan, yang terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah di mana jauh lebih sedikit tenaga profesional yang tersedia untuk merawat mereka.

Karena hampir 80 persen orang dengan gangguan pendengaran tinggal di negara-negara tersebut, kebanyakan tidak mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.

Laporan WHO menunjukkan, bahkan di negara yang lebih kaya dengan fasilitas yang lebih baik, akses ke perawatan seringkali tidak merata.

Dan kurangnya informasi yang akurat serta stigma seputar penyakit telinga dan gangguan pendengaran juga menghalangi orang untuk mendapatkan perawatan yang mereka butuhkan.

"Bahkan di antara penyedia layanan kesehatan, pengetahuan yang relevan dengan pencegahan, identifikasi awal dan pengelolaan gangguan pendengaran dan penyakit telinga umumnya masih kurang," katanya.

Laporan tersebut mengusulkan paket tindakan, termasuk inisiatif kesehatan masyarakat dari mengurangi kebisingan di ruang publik hingga meningkatkan vaksinasi untuk penyakit seperti meningitis yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran.

WHO juga merekomendasikan penyaringan sistematis untuk mengidentifikasi masalah pada poin-poin penting dalam kehidupan masyarakat.

Di antara anak-anak, katanya, gangguan pendengaran dapat dicegah dalam 60 persen kasus.

"Diperkirakan satu triliun dolar AS hilang setiap tahun karena kegagalan kolektif kami untuk mengatasi gangguan pendengaran secara memadai," kata direktur jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam laporan itu.

"Meskipun beban keuangan sangat besar, yang tidak dapat diukur adalah penderitaan yang disebabkan oleh hilangnya komunikasi, pendidikan, dan interaksi sosial yang menyertai gangguan pendengaran yang belum terselesaikan."

(Fm/cnn)