Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Ini Bedanya Baby Blues, Depresi dan Gangguan Cemas Pada Ibu



FEMINIA-Kondisi pandemi membawa rasa takut, cemas akan kondisi kesehatan diri maupun anggota keluarga.

Dokter spesialis kesehatan jiwa di Klinik Health360 Indonesia, Daniella Satyasari mengatakan bahwa ibu pascamelahirkan juga mengalami masalah psikis bahkan sebelum ada pandemi.

Secara garis besar, menurut Daniella, ibu mengalami 3 jenis masalah psikis yakni, baby blues, depresi dan gangguan cemas. Ketiganya bisa dialami ibu pascamelahirkan. Namun, apa bedanya baby blues, depresi dan gangguan cemas pada ibu?

Berikut penjelasan Daniella terkait perbedaan baby blues, depresi dan gangguan cemas pada ibu

Baby blues

Baby blues timbul akibat perubahan hormonal. Saat kehamilan, sejumlah hormon mengalami peningkatan produksi termasuk estrogen dan progesteron.

Setelah persalinan, hormon-hormon ini langsung drop sehingga timbul perubahan mood.

"Biasanya muncul 1-2 hari habis lahiran. Ibu gampang marah, tersinggung, cemas, nangis sendiri tanpa sebab, mood swing. Namun ini wajar kalau terjadi dalam 1-2 hari, seminggu atau maksimal sebulan," jelas Daniella saat webinar bersama Klinik Health360 Indonesia, Selasa (9/3).

Depresi

Saat kondisi baby blues berlanjut dan semakin parah, ibu mengalami depresi atau postpartum depression (depresi pascamelahirkan). Namun ada beberapa kasus ibu langsung mengalami depresi tanpa melalui baby blues terlebih dahulu.

Depresi bisa ditandai dengan ibu terus merasa sedih, ada rasa bersalah, tidak bisa mengurus anak juga suami, hingga mengganggu aktivitas sehari-hari.

Ibu perlu memperoleh pertolongan dari tenaga profesional. Langkah ini perlu ada dukungan dari keluarga dan suami terutama.

"Ibu [yang depresi] bisa enggak mau urus anak, ada ide-de bunuh diri hingga bunuh diri. Upayakan membawa istri ke professional health untuk diberikan bantuan," imbuhnya.

Gangguan cemas

Berbeda dengan baby blues dan depresi, gangguan cemas didominasi dengan rasa cemas, sulit konsentrasi, semua hal dikhawatirkan. Gangguan cemas bisa berlangsung lama hingga hitungan tahun.

Perlu tindakan penanganan agar gangguan cemas tidak sampai mengganggu fungsi hidup sehari-hari. Fungsi hidup sehari-hari artinya, perempuan tetap bisa berperan sebagai ibu, istri sekaligus orang yang bekerja jika memang seorang ibu pekerja.

Sementara itu, Daniella berkata kehamilan dan persalinan di masa pandemi tinggi risiko depresi dan gangguan cemas. Ibu harus beradaptasi dengan perubahan mulai dari perubahan fisik, perubahan peran menjadi ibu juga situasi pandemi.

Untuk mengatasi perubahan mood, stres agar tidak menjurus pada depresi dan gangguan cemas, Daniella memberikan rumus sederhana, P-A-H-A.

Penerimaan. Perempuan menerima status baru sebagai ibu. Wajar jika merasa bingung di awal sebab dulu tidak pernah diajari mengurus anak ditambah kekhawatiran selama masa pandemi.

"Ibu menerima dan hidup saat ini, live int this moment. Pikirin dulu yang saat ini. Momen ini enggak akan datang kedua kalinya," katanya.

Adaptasi

Adaptasi bukal hal yang mudah dan perlu waktu. Menurut riset, ibu memerlukan waktu 4-5 bulan untuk adaptasi dengan status baru sebagai ibu.

Daniella berkata ibu perlu lebih fleksibel dan tidak terlalu memaksakan kehidupan seperti dulu saat masih belum memiliki anak agar proses adaptasi jadi lebih mudah.

Hindari

Saat cemas, khawatir, sebaiknya hindari segala hal yang membuat perasaan-perasaan ini makin kuat.

Menurut dia, media sosial terbilang paling gawat sebab bisa 'menjebak' ibu dalam perasaan stres, cemas, terus membandingkan diri dengan orang lain.

Akses media sosial bisa dibatasi dan hindari akun-akun yang bikin tidak bahagia. Ada baiknya mengakses akun-akun bertema parenting atau kesehatan anak.

Alihkan. Ibu bukan robot yang tidak boleh merasakan sedih. Agar tidak berlarut dan mengganggu fungsi sehari-hari, alihkan dengan melakukan self care.

Self care atau memberikan perhatian untuk diri sendiri bisa berbentuk menulis jurnal, olahraga, mengobrol dengan komunitas ibu.

"Mengurus diri sendiri itu tidak egois. Kita bisa jaga diri, maka nanti bisa jaga orang lain," imbuhnya.(fm/cn)