Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Superfood Tak Melulu Bergizi Super


FEMINIA-
Istilah 'superfood' cukup nge-tren di dunia kesehatan. Istilah itu merujuk pada makanan yang dipercaya memberikan banyak manfaat kesehatan.

Beberapa makanan mendapatkan label 'superfood' karena kandungannya yang kaya akan nutrisi. Sebut saja salmon, brokoli, dan blueberry yang kerap mendapatkan predikat superfood.

Superfood sendiri merupakan sebutan untuk kelompok makanan yang kaya akan berbagai nutrisi seperti antioksidan, serat, asam lemak, yang kesemuanya dipercaya sangat bermanfaat untuk kesehatan.

Istilah superfood sendiri pertama kali muncul pada awal abad ke-20. Istilah ini digunakan sebagai bentuk promosi penjualan buah pisang yang dinilai murah, mudah dicerna, dan kaya akan nutrisi.

Sontak, dalam kurun waktu 2011 hingga 2015, terjadi peningkatan drastis sebesar 200 persen dari penjualan produk makanan dan minuman yang diberi label superfood. Contoh produk di antaranya kelor, rumput laut, blueberry, jahe, kunyit, oat, barley, dan masih banyak lagi.

Akan tetapi, perlu diketahui, dalam catatannya, ahli kesehatan anak, dr Aryono Hendarto menulis bahwa hingga saat ini sebenarnya tak ada definisi standar dalam dunia medis mengenai istilah superfood.

Berbagai penelitian memang membenarkan manfaat kesehatan dari produk-produk yang dianggap sehat tersebut. Namun, menurutnya, menyebut makanan-makanan itu sebagai superfood lebih terkesan dilakukan hanya untuk meningkatkan nilai pemasaran.

Tren superfood meyakini para konsumen bahwa dengan menerapkan pola diet tertentu, seseorang dapat memperlambat proses penuaan, menurunkan risiko depresi, dan meningkatkan kesehatan secara keseluruhan.

Sayang, di sisi lain, tren tersebut justru membuat masyarakat mempunyai ekspektasi yang tidak realistis dengan mengonsumsi satu atau dua jenis makanan saja, dengan label superfood sebagai alibinya.

Hal tersebut pada akhirnya akan membuat seseorang hanya fokus pada kelompok makanan tertentu. Dengan memakan kelompok makanan tersebut, maka seseorang akan terhindar dari penyakit kronis.

Padahal, kenyataannya, fokus pada konsumsi superfood sama dengan membatasi makanan ke dalam beberapa pilihan saja. Hal tersebut, sebutnya, dapat menurunkan nutrisi yang seharusnya dapat dikonsumsi secara optimal.

Adanya label superfood pada beberapa makanan juga dapat memberikan kesan bahwa makanan lain tidak sama sehatnya dengan superfood. Meskipun, faktanya makanan lain turut memberikan nutrisi yang sama besarnya dengan superfood.

Hal yang sama juga diungkapkan oleh ahli diet dari New York, Amerika Serikat, Despina Hyde. Menurutnya, superfood hanya-lah istilah pemasaran untuk makanan yang memiliki manfaat kesehatan.

"Akan tetapi, kunci untuk diet sehat adalah dengan mengonsumsi berbagai makanan bergizi dalam jumlah yang tepat," katanya.

Cara terbaik untuk pola makan sehat adalah dengan mengkombinasikan superfood bersama menu makan sehari-hari sambil tetap memperhatikan batasan kalori yang harus dikonsumsi setiap hari. Nutrisi yang diberikan berbagai varian makanan tersebut dapat bekerja sama memberikan manfaat yang baik untuk kesehatan tubuh.[fm/cnn]