Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Penyintas Covid-19, Masih Perlukah Divaksin?



FEMINIA-Penerima vaksin sudah ditetapkan secara bertahap termasuk para penyintas Covid-19. 

Jika ditilik lagi, penyintas Covid-19 sudah memiliki antibodi dari serangan virus sebelumnya. Namun mengapa mereka masih perlu divaksin?

"Selama ini bukti yang ada, antibodi (penyintas) tidak bertahan lama, paling 8 bulan saja," kata RA. Adaninggar Primadia Nariswari, dokter spesialis penyakit dalam di RS Brawijaya Surabaya, dalam webinar bersama Allianz, Senin (22/2).

Dia melanjutkan antibodi sebenarnya bukan satu-satunya pertahanan tubuh terhadap serangan virus. Sistem imun memiliki sel memori. Saat antibodi rendah dan ada infeksi, sel memori akan 'ingat' atau memiliki informasi mengenai virus dan mendorong produksi antibodi.

Dokter yang disapa Ning ini berkata riset terakhir menyebut sel memori pada penyintas mampu bertahan hingga 6 bulan saja. Namun jumlahnya mulai turun setelah 3 bulan dan berisiko mengalami infeksi lagi.

"Maka ada kasus infeksi ulang atau reinfeksi. Laporannya belum jelas itu reinfeksi atau bukan. Perlu dicek lagi virusnya tapi kita enggak biasa melakukan genom sequencing. Namun memang atas dasar itu, penyintas tetap butuh vaksin," imbuhnya.

Meski demikian, penerima vaksin harus menyadari bahwa vaksinasi tidak membuat seseorang kebal dari penyakit. Vaksin berguna untuk meningkatkan imun sehingga saat terkena infeksi, seseorang tidak mengalami infeksi berat hingga harus dirawat intensif. Vaksin hanya salah satu senjata yang membantu orang menghadapi virus sehingga 'senjata' ini pun masih memerlukan kelengkapan berupa aplikasi protokol kesehatan.

"Kasus di Indonesia ini masih belum terkendali. Paparan virus tetap banyak. Meski sudah ada antibodi, tetap ada risiko infeksi," katanya.(fm/cnn)