Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Linda Mardalina, Pengusaha Sukses dari Cianjur yang Peduli Anak-anak HIV/Aids


FEMINIA-Berprofesi sebagai pengusaha jelas bukan hal mudah, hanya mereka yang bermental baja dan memiliki visi ke depan yang mampu bertahan dan tampil menjadi pemenang dalam kompetisi dunia usaha yang sangat ketat. Inilah yang ditunjukkan oleh owner Restoran Pare Anyar Cianjur, Puncak, Linda Mardalina. 

Tantangan demi tantangan dalam menjalani usaha menjadikan wanita asal Cianjur, Jawa Barat ini menjadi pebisnis tangguh. Selain Pare Anyar Cianjur berkat ‘tangan dinginnya’ berbagai usaha lain yang ia rintis berhasil dikembangkan dengan sukses.  

Selain berkat kegigihan dan kerja keras, Linda begitu ia biasa disapa mengaku bahwa kesuksesan di dunia usaha tidak lepas dari dari peran suami dan keluarga besar, terutama sang bunda tercinta, Duning Burdaningsih. “Doa ibu saya, sehingga saya menjadi wanita beruntung, mempunyai suami yang baik, yang mengenalkan saya pada dunia usaha. Suami saya yang mensuport saya terjun ke dunia bisnis,” tuturnya.

Dikisahkan Linda, sang suami, Ahmad Syarifudin atau ia biasa memanggilnya Kang Iden, memang lahir dari keluarga usahawan di Cianjur, sehingga Linda pun mendapat tempaan khusus dari suami dalam menjalani usaha seperti sekarang. “Suami lahir dari ibu dan bapak yang wirausaha, suami saya memiliki darah wirausaha mereka,  Dan suami saya lah yang mengenalkan pada dunia usaha,” kisahnya.

Bicara mengenai sosok suami yang menjadi mentornya berbisnis, membuat ingatan Linda kembali mengenang masa lalu, masa di awal perjuangannya yang penuh liku untuk menggapai kesuksesan bersama. Diakuinya, bukan hal mudah memilih pasangan yang tidak berpenghasilan tetap seperti pegawai yang memiliki gaji bulanan, di awal pernikahan dulu. 

 “Saya terlahir dari ibu yang seorang guru, bapak tentara. Keluarga kami pun rasanya kebanyakan berprofesi di pemerintahan. Bagi orang tua jaman itu, mungkin idealnya mantu yang ideal tentunya pegawai negeri, pegawai bank, dokter, atau apalah yang bekerja mempunyai gaji tiap bulan,” kenangnya.

Namun, hati Linda sudah mantap memilih Iden yang saat itu masih merintis usaha dari nol. “Bismillah , mulai tinggal di rumah ibu, di rumah mami mertua, menempati rumah teman sampai punya rumah BTN type 21, kemudian membeli yang sebelahnya. Kemana mana naik angkot, ke sekolah anak bawa gembolan untuk dagang ke teman-teman orang tua anak,” kenangnya. 

Dalam keadaan serba sulit kala itu, Linda dan suami tak menyerah. Kata-kata bijak  Jaalaluddin Rummi yang berbunyi “Berhenti merasa Anda begitu kecil, Anda adalah alam semesta yang bergembira,” selalu menjadikannya sebagai penyemangat. 

Dalam segala kesulitan yang dihadapi, Linda begitu bersyukur karena suaminya tak pernah lelah memberinya semangat. Ia pun teringat ketika akan memulai usaha Resto Pare Anyar Cianjur pada 2011 silam. Terus terang,  kata Linda, ketika akan memulai buka restoran, sebenarnya ia tidak percaya diri, karena jangan kan punya restoran, masak saja ibu dua anak ini tidak bisa.

 “Itulah hebat nya suami saya, ia begitu mensuppport saya dengan mengatakan, tidak usah bisa masak, karena tukang masak ada koki, tapi Akang yakin Eneng bisa memasak. Cari tukang masak gampang, yang sulit itu adalah memanage. Eneng punya potensi luar biasa, Eneng mampu dan Eneng akan berhasil.  Mungkin ketika berbicara itu, suami saya gombal, tetapi  kata kata itu begitu membekas dan menimbulkan rasa percaya diri yang tinggi,” kisahnya sambil tertawa lebar. 
Suasana jadoel begitu terasa di Resto Pare Anyer Cianjur, Puncak,  membuat para pengunjung betah berlama-lama, selain menyajikan sajian masakan khas sunda nan lezat di tengah hawa Puncak yang sejuk.
 

Ia melanjutkan, kisah tentang Restoran Pare Anyar Cianjur yang  ia ambil dari Bahasa Sunda yang artinya padi yang baru, karena kebetulan Linda berasal dari Cianjur, Jawa Barat. Di resto ini, Linda juga menyajikan beras Cianjur dengan  berbagai makanan rumahan.  “Saya terinspirasi ketika oa datang ke rumah ibu dan ke rumah mamih mertua. Apalagi kalau lebaran, terbayang-bayang makanan di rumah orang tua. Makanya selogan pare anyar adalah Asa di Imah Mitoha yang artinya serasa di rumah mertua,” jelas Linda. 

Selain terinspirasi dari masakan ibu dan juga ibu mertuanya, diakui, Pare Anyar Cianjur rupanya juga terinspirasi masakan Bi Oyot, asisten rumah tangga yang sudah menemaninya selama 21 tahun menemani keluarganya. “Masakannya enak sekali, saya banyak membawa resep Bi Oyot ke restoran saya. Bi oyot menemani saya dari anak pertama saya dua minggu sebelum lahir, dia menemani saya selama 21 tahun, mengurus anak anak kami, dan memasak,” jelas Linda lagi. 

 
Selain Pare Anyar Cianjur, Linda juga  mempunyai rumah makan Ma Haji Jamilah yang letaknya tidak berjauhan dari Pare Anyar Cianjur. Di rumah makan ini ia menyajikan lontong, dan sate Maranggi, ulen, soto dan  beragam makanan tradisional sunda lainnya. Sukses bisnis kuliner, ia kemudian mendirikan Roemah Mardalina yang khusus menyediakan fasilitas untuk acara family gathering.  “Untuk Pare Anyar Cianjur, Ma Haji Jamilah dan Roemah Mardalina hampir semua menghadirkan suasana jadoel, karena kebetulan saya pun punya hobi mengkoleksi barang barang tua,” jelasnya. 

Selain itu, bersama suami, ia juga mengelola usaha lainnya diantaranya Pabrik Alat Kesehatan Nuri Teknik yang mempekerjakan 300 karyawan, dan Damiri Koi Farm di Cianjur kampung kelahiran ia dan suami.

Kesuksesan di dunia usaha tidak membuat Linda mengesampingkan keluarga. Baginya keluarga adalah prioritas utama, bahkan ia menyebutnya sebagai surga di dunia. Keluarga juga menjadi sumber semangat di saat ia terpuruk dan menghadapi up and down dunia bisnis. “Sedih dan lelah hilang seketika ketika mendengar suara anak anak dan mencium mereka,” tuturnya.

Dari pernikahannya dengan Kang Iden, Linda dikarunia dua orang anak yakni, Alif yang sedang merampungkan  pendidikan dokter dan putrinya Raisa kuliah di ITB, dan mengambil double degre saat ini sedang kuliah di  Prancis. “Saya ingin kedua anak saya kelak mengikuti jejak kami sebagai seorang pebisnis, tetapi sepertinya anak saya yang lelaki ia sangat menikmati dan larut dalam dunia kedokteran,” tuturnya. 

Menjadi ‘Ibu’ Bagi Anak Anak HIV/Aids  atau ADHA

Berhasil mengelola berbagai usaha dan menjadikan hidup berkecukupan secara ekonomi tidak serta-merta kehilangan rasa empati terhadap sesama, apalagi  latar belakang kehidupan keluarga juga mendidiknya menjadi sosok yang peduli dengan sesama. Di tengah kesibukannya, ia meluangkan waktunya untuk memberi perhatian kepada “Anak Surga” yakni sebutan Linda untuk anak-anak penderita HIV/Aids atau ADHA di Cianjur.

“Saya namai mereka ‘Anak Surga.’  Mereka hanya punya  waktu sebentar untuk untuk melihat dunia. Tidak jarang, ketika saya sudah terlelap tidur, menerima berita salah satu Anak Surga itu sudah ‘pulang’ untuk bertemu orang tua mereka,” kisahnya dengan nada sedih.

Mereka lahir dengan HIV karena tertular dari orangtua mereka. Jika bisa memilih, tentu mereka tidak ingin terlahir dengan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh itu. Memang, kata Linda, apa yang dilakukannya selama ini mungkin tidak berefek signifikan. Linda membandingkan, “Anak Surga’ dengan anak-anak lainnya, seperti anak yatim piatu yang lahir tidak dengan HIV milsanya. Mereka masih memiliki kesempatan untuk bisa hidup lama, sedangkan ‘Anak Surga’ harus bekejaran dengan waktu.

“Betapa bahagianya ketika mereka  beramai-ramai rombongan naik bis saya ajak ke Ancol, betapa senangnya ketika mereka saya bawa ke Taman Safari, betapa senangnya ketika ‘Anak Surga’ itu saya beri boneka,” tuturnya lirih. 

Kepedulian dan perhatian yang tulus terhadap anak-anak penderita HIV/Adis rupanya tak luput dari perhatian Dinas Kesehatan Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur. Linda didaulat untuk menerima penghargaan sebagai bentuk apresiasi atas kiprah yang telah ia lakukan kepada para ADHA.  “Sempat ragu ketika mau menerima penghargaan itu, bertanya dalam hati, apakah pantas? Karena saya merasa apa yang dilakukan tidak seberapa,” ungkapnya.

Kemudian, ia meminta saran suami dan keluarga besar, Keluarga menganjurkannya untuk bersedia menerima penghargaan tersebut, sebagai motivasi Anak-anak dengan HIV/ Aids butuh figur pemerhati seperti Linda. “Ayo terima Bunda Enut, inspirasi dalam berbagi, karena kebaikan itu seperti sebuah gelombang dan tepuk tangan bila seseorang berbuat baik maka akan menularkan virus berbagi kebaikan kepada orang lain," kisah wanita yang akrab dipanggil Bunda Enut oleh keluarganya itu, menirukan motivasi dari suami dan keluarga besar.  
Linda Mardalina
 


Di lingkungan keluarga, rupanya tidak hanya Linda yang mendapat apresiasi, salah satu adiknya, Tenty yang bertugas di Bagian Kesra Setda Pemerintah Daerah Kabupaten Cianjur mewakili Komunitas Gerakan Jumat Berkah, juga turut mendapatkan penghargaan peduli ODHA. “Yang menjadi kejutan, ternyata adik kandung saya nomor dua, Ibu Tenty yang bekerja di Pemda Cianjur pun mendapat penghargaan sebagai orang yang peduli ODHA,” tuturnya

Diakui Linda, banyak hikmah yang ia petik dari kegiatan sosialnya ini, terutama tentang bagaimana menghargai kehidupan.  Ia pun beharap obat HIV/AIDS bisa segera ditemukan. “ Agar saya tidak menemukan lagi tangis seorang anak kehilangan ibu dan bapaknya, seorang nenek kehilangan cucunya. Ayo, peluk mereka, hilangkan stigma, jangan jauhi mereka, tapi kita jauhi hidup yang rentan akan penularan HIV,” ajaknya. 

Selain memberikan perhatian kepada anak-anak penderita HIV/AIDS, Linda juga sejak lama menjadi ibu asuh dengan menjadi donatur anak-anak yatim-piatu. “ Saya bercita-cita ingin menjadi orang kaya yang barokah. Saya selalu berdoa, agar Alloh SWT selalu menjaga hati saya, agar saya bisa leluasa berbagi dan memberi. Saya selalu berdoa pada Gusti Alloh SWT dalam setiap sujud saya, saya diberi kepekaan melihat orang orang yang tidak beruntung di sekitar saya,” tuturnya

Anak-anak itu lahir dengan HIV karena tertular dari orangtua mereka. Jika bisa memilih, mereka tentu tak ingin terlahir dengan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh ini.
 
Di masa pandemi Covid-19 saat  ini, Linda pun berharap masih terus bisa memberikan kebahagaiaan kepada ‘Anak Surga’ dan anak-anak yatim piatu asuhannya. “Semoga kesedihan ini segera berakhir, semoga vaksin yg baik segera di temukan, semoga imun mereka semua semakin kuat, agar dunia kembali indah dan tersenyum,” pungkasnya penuh harap.