FEMINIA- - Istilah parental burnout atau kelelahan mengurus anak belakang ini menjadi populer sejak pandemi COVID-19, namun apa bedanya dengan stres dan depresi?
Putu Andani, M.Psi., psikolog dari TigaGenerasi mengatakan para ibu memiliki risiko yang tinggi terhadap masalah stres, parental burnout dan depresi. Masalah kesehatan mental kini pun dapat memberikan dampak yang buruk pada anak dan keluarga.
Untuk membedakan antara stres, burnout dan depresi, Putu membaginya ke dalam tingkatan tertentu. Menurut Putu, stres berada di level pertama, burnout pada urutan kedua dan yang paling berbahaya depresi atau peringkat tiga.
"Tapi ini titik yang lumayan kritis, kalau kita bisa meregulasinya dengan baik, maka akan membuat kita lebih kuat. Cara membedakannya gimana? Kalau stres itu lebih singkat waktunya, cepat banget kita bangkitnya kalau burnout ini kelelahan yang luar biasa secara mental," ujar Putu dalam diskusi "Tips Para Ibu Hadapi Tantangan 2021", Rabu.
Putu mengatakan dampak dari parental burnout adalah timbulnya jarak dengan anak. Seorang ibu akan merasa bahwa mengurus anak merupakan sebuah pekerjaan yang tidak lagi membutuhkan kedekatan emosional.
"Karena kita sebenarnya penginnya off tapi enggak bisa break, akhirnya kita ke anak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya aja bukan kebutuhan emosionalnya," ujar Putu.
Parental burnout biasanya disebabkan oleh multiperan yang dijalani oleh seorang ibu seperti menjadi diri sendiri, ibu, istri, pekerja dan guru. Kelima tugas ini merupakan sebuah pengalaman baru yang tiba-tiba harus dilakukan pada tahun 2020 sehingga menyebabkan banyak ibu mengalami parental burnout.
"Riset dari KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia), 2020 ini berat sekali khususnya para ibu karena adaptasi yang dilakukan para ibu ini luar biasa besarnya. Peran yang sangat banyak ini perlu diadaptasikan sehingga tingkat stres terus meningkat entah itu nantinya jadi survive atau depresi," kata Putu.
Untuk mengatasi parental burnout, yang harus dilakukan oleh seorang ibu adalah beristirahat sejenak dari rutinitas harian. Saat mengambil jeda, Anda bisa bercerita tentang permasalahan ini pada teman dekat, suami atau keluarga, meregulasi hingga memberikan afirmasi positif pada diri sendiri.
"Kalau misalnya burnout ini terjadi, wajib take a break, karena badan kita sama pikiran kita itu udah enggak sinkron, bonding-nya udah enggak kerasa. Nah kalau hal-hal itu sudah kita lakukan dan hal-hal itu masih terjadi segera kontak ahli," ujar Putu.[fem/ant]