FEMINIA-- Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan diperingati setiap tanggal 25 November. Pandemi membuat kekerasan terhadap perempuan kian merebak.
Komnas Perempuan mencatat, di Indonesia, perempuan rentan mengalami kekerasan di ranah personal atau kekerasan dalam rumah tangga (KDRT). Riset yang lebih luas dilakukan Yayasan Plan Internasional dan menemukan belasan ribu anak perempuan dari 31 negara, termasuk Indonesia, pernah mengalami kekerasan atau pelecehan daring.
Dalam rangka Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan, tahun ini PBB mengangkat tema 'Orange the World: Fund, Respond, Prevent, Collect!'. Tema ini sekaligus merangkum upaya untuk menjembatani kesenjangan pendanaan, memastikan layanan penting buat penyintas kekerasan selama pandemi, fokus pada pencegahan dan pengumpulan data demi meningkatkan layanan penyelamatan hidup bagi perempuan dan anak perempuan.
Mengutip dari laman resmi PBB, peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan akan diisi dengan kampanye seperti tahun-tahun sebelumnya yakni '16 days of activism' atau 16 hari kampanye anti kekerasan terhadap perempuan. Kampanye dimulai 25 November dan berakhir di 10 Desember atau bertepatan dengan Hari HAM Internasional.
Selama 16 hari kampanye, masyarakat akan diingatkan pula akan hari-hari peringatan penting lainnya seperti Hari AIDS Sedunia (1 Desember), Hari Internasional untuk Penghapusan Perbudakan (2 Desember), Hari Internasional bagi Penyandang Cacat (3 Desember), Hari Internasional bagi Sukarelawan (5 Desember), Hari Tidak Ada Toleransi bagi Kekerasan terhadap Perempuan (6 Desember), dan Hari HAM Internasional (10 Desember).
Selama peringatan 16 hari ini, rencananya beberapa gedung dan landmark ikonik akan berhias warna oranye. Warna ini menjadi simbol dari seruan untuk membangun masa depan dunia tanpa kekerasan.
Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan ini telah diperingati sejak 25 November 1981 silam. Kala itu, hari ini diperingati sebagai 'hari menentang kekerasan berbasis gender'.
Pada 1979, PBB, melalui Majelis Umum menetapkan Convention of Elimination of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW). CEDAW berlaku mulai 3 September 1981 dan diratifikasi oleh lebih dari 100 negara anggota PBB, termasuk Indonesia.
25 November sendiri dipilih untuk menghormati Mirabal bersaudara, tiga orang aktivis politik perempuan dari Republik Dominika. Mereka dibunuh secara brutal pada 1960 atas perintah penguasa saat itu, Rafael Trujillo (1930-1961).
Pada 20 Desember 1993, Sidang Umum mengadopsi CEDAW melalui resolusi 48/104. Hal ini membuka jalan untuk memberantas kekerasan terhadap perempuan dan anak perempuan di seluruh dunia. Kemudian pada 7 Februari 2000, Sidang Umum mengadopsi resolusi 54/134 dan secara resmi menetapkan 25 November sebagai 'International Day for the Elimination of Violence Against Women'.
Dengan demikian, tiap tahun, tanggal 25 November dimanfaatkan untuk mengajak dan menyerukan perlawanan terhadap isu kekerasan terhadap perempuan.(mr/cnn)