Beauty

[Beauty][bsummary]

Health

[Health][bsummary]

Fashion

[Fashion][bsummary]

Lifestyle

[Lifestyle][twocolumns]

Celebrity

[Celebrity][bleft]

Parenting

[Parenting][bsummary]

Community

[Community][bsummary]

Enterpreuner

[Enterpreuner][twocolumns]

Culinary

[Culinary][bsummary]

Travelling

[Travelling][twocolumns]

Kaum Hawa Rambah Bisnis Kuliner Hingga Konveksi



FEMINIA - Wirausaha yang dilakukan perempuan tidak jauh berbeda dari kehidupan mereka sehari-hari. Bahkan, sebagian besar masuk dalam ranah mereka sebagai ibu rumah tangga.

Deputi Direktur Asosiasi Perempuan Pengusaha Usaha Kecil (ASPPUK) Mohamad Firdaus mengatakan, kuliner masih mendominasi jenis usaha yang dilakukan perempuan. Menurut dia, perempuan Indonesia pandai memanfaatkan keragaman kuliner Tanah Air sesuai pengalaman mereka menyediakan makanan bagi keluarganya.

Sementara jenis usaha lain yang banyak ditangani kaum perempuan adalah batik, tenun, hingga kerajinan tangan yang memanfaatkan berbagai jenis bahan ataupun barang daur ulang. 

Untuk tenun bagi beberapa wilayah Indonesia timur menjadi khas perempuan dan bagian dari tradisi. Kain tenun atau produk tradisional dari setiap daerah punya corak masing masing. Sebanyak 90% yang menenun itu perempuan, sementara kaum pria terlibat saat pemasaran.

"Kalau di daerah timur, tenun itu menjadi prasyarat menjadi perempuan. Di samping itu, menenun bisa dilakukan di rumah. Sambil mengurus anak, juga mengerjakan pekerjaan rumah tangga. Tapi itu bukan menjadi stigma bahwa perempuan harus bisa menenun hanya sebagai tradisi saja,” jelas Firdaus.

Ketelatenan dari seorang perempuan juga dibutuhkan dalam pembuatan kain tenun. Sementara dalam urusan menjahit, usaha ini juga yang sering dipilih para perempuan. Konveksi tersebut bisa dilakukan baik sebagai home base industry maupun menjahit baju sesuai permintaan.

Firdaus mengungkapkan, di Jawa Tengah banyak home base industry. Mereka dapat banyak orderan yanng sebenarnya berasal dari pabrik, tapi dikerjakan di rumah.

"Kalau seperti ini sebenarnya kasihan karena dia tidak dapat asuransi juga biaya listrik ditanggung sendiri. Layaknya buruh pabrik, tapi dikerjakan di rumah," ujarnya.

Permasalahan para pelaku UKM perempuan juga sama dengan laki-laki, yakni terkadang terkendala permodalan serta perizinan. Namun di luar usahanya, perempuan masih harus membagi tenaganya untuk mengurus rumah tangga.

Firdaus menambahkan, terlebih jika suami tidak memiliki perspektif gender. Dalam pendampingan ASPPUK kerap menyentuh sisi gender, harus ada pendampingan tugas di rumah tangga.

"Kalaupun suami tidak bekerja, bisa berbagi tugas rumah tangga. Biarkan perempuan fokus bekerja dalam konteks pengembangan ekonomi," tambahnya.

Ini dilakukan agar tidak memperberat beban perempuan. Jika perempuan mengerjakan banyak hal, kendalanya nanti pada kesehatan fisiknya. Terlebih dalam kondisi hamil, tentu bisa membahayakan ibu dan janinnya. 

"Untuk tenun kami sudah mencoba perempuan yang sedang hamil. Kami sarankan untuk tidak menenun dulu, tapi untuk membuat ornamen lain selain menenun. Misal membuat pernak pernik atau renda. Biarkan yang menenun itu orang lain atau suaminya," jelas Firdaus.

ASPPUK mendampingi para perempuan sebagai pemilik usaha beserta rantai usaha mereka atau yang mendukung pekerjaan mereka selama ini. Seperti turut menemukan bahan baku yang lebih murah juga dalam rumah tangga mereka. Selain itu, juga bagaimana relasi dia dan suami harus setara.

Firdaus bercerita, pada UKM kuliner suatu saat makanan yang dihasilkan terasa berbeda, ternyata itu karena dia sedang bertengkar dengan suami. Faktor lain karena dia terlalu lelah bekerja. Bahkan, dia masih harus mengerjakan semua tugas rumah tangga. "Kami dampingi sampai masuk ke ranah dalam rumah tangga.

Kami coba pahamkan dengan suami, usaha mereka erat kaitannya dengan persoalan rumah tangga. Jadi, harus dijaga dengan baik karena sangat berdampak pada produksi," sambung Firdaus.

Menggandeng psikolog juga kerap dilakukan jika sudah ada kasus kekerasan dalam rumah tangga. ASPPUK bukan hanya menjadi pelatihan usaha, tapi tempat bercerita bagi mereka yang sudah lama didampingi. Dalam konteks yang lebih serius, psikolog dan pendamping hukum juga dilibatkan.

Cerita sukses dari para pelaku UKM memang banyak dibumbui kisah inspiratif bagi perempuan lainnya. Termasuk bagaimana seseorang memiliki idealisme sendiri dalam berkarya seni. Misalnya, membatik dari hati sehingga kini menjadi batik khas Jakarta.

Batik Gobang milik Ethys Mayoshi sudah dikenal sebagai salah satu kebanggaan Jakarta dan masyarakat Betawi. Pada awal memutuskan untuk membuat batik Gobang cukup sulit diterima sebab dia menciptakan pasar sendiri.

Ethys mencoba membuat batik khas Jakarta yang berbeda dari yang selama ini ada. Batik Jakarta identik dengan warna-warna terang. Dia ingin membuat sesuatu yang baru, guna menyasar para pengguna batik yang biasa menggunakan warna klasik, namun ingin mengenakan batik dengan motif khas Jakarta.

"Mungkin ada sekitar 20% yang suka batik dengan warna klasik seperti cokelat, hitam, dan perpaduan warna lain," jelasnya. 

Ethys berani memulai usahanya, meski belum melihat keuntungan dari apa yang akan dilakukannya. Dengan gebrakan pemakaian warna berbeda, dia sempat ditentang pihak Dinas Kebudayaan DKI Jakarta. Namun, dia tetap pada idealismenya.

Bukan hanya soal warna, segenap perasaannya pun tertuang dalam setiap gambaran motif batik Gobang yang tidak dimiliki batik Jakarta lainnya. Dia menelaah lebih dalam lagi dan bukan hanya ciri khas Jakarta berupa ondel-ondel, tapi hal rinci seperti gigi balang, kembang manggar, kulit salak, hingga batu tumpuk.

"Tumpukan batu di Kota Jakarta rentan dengan banjir. Itu yang kemudian jadi inspirasi saya dalam membuat batik. Saya angkat jadi motif dasar batik Gobang saya," jelasnya.

Menulis batik dengan ideliasme sendiri diharapkan bisa membuat masyarakat Indonesia ataupun mancanegara lebih melek dengan karya batik, sebuah kain dengan citra rasa seni yang kental. Ethys juga ingin perempuan Indonesia yang ingin menjadi entrepreneur dapat membuat pasar sendiri dan tidak hanya mengikuti pasar yang sudah ada sehingga akan menjadi sebuah karya orisinalitas yang akan terus dicari masyarakat. 

Bisnis para perempuan juga erat kaitannya dengan apa yang mereka suka. Perempuan suka keindahan, bunga-bunga bermekaran ditambah ruangan yang didekorasi bunga. Azalia Amadea pun akhirnya menjadikan bunga-bunga favoritnya sebagai lahan mencari rezeki tambahan disamping menjadi jurnalis media online. Bunga-bunga cantik dirangkai menjadi buket bunga untuk pengantin ataupun yang biasa dipesan sebagai hadiah saat wisuda.

Perempuan yang akrab disapa Dea ini bersama rekannya memulai usaha dengan modal Rp400-500.000 pada 2016. Hingga kini mereka terus belajar untuk terus mengembangkan Florist. Sebab, usaha florist ini hanya ada saat orang butuh atau saat sedang ada momen. Maka, kini dirinya paham untuk selalu mengadakan promo saat hari besar. Hal tersebut juga menjadi tantangan bahwa dia harus sabar dan terus melakukan promosi.

Dea tidak lupa untuk selalu mencari inspirasi dalam merangkai bunga-bunga dari florist lainnya. "Enaknya usaha florist tuh kami enggak ada persaingan, justru kita saling menguatkan dengan belajar satu sama lain. Jadi, sering-sering ngobrol dan bertanya kepada pengusaha florist lain yang sudah sukses, meski hanya melalui media sosial," ungkapnya.

Menurut Dea, perempuan maupun laki-laki bisa saja menjadi florist. Namun menurut dia, biasanya klien itu perempuan sehingga lebih cocok jika florist itu seorang perempuan. Terpenting harus suka dengan bunga, tanaman, dan kemudian dapat mempelajari jenis-jenis bunga.

"Sambil belajar sambil usahanya jalan juga. Karena banyak sekali jenis bunga, mulai yang lokal sampai yang impor seperti apa, juga karakteristiknya," tambah Dea. 

Memadupadankan warna-warna bunga juga harus terus dilatih agar rangkaian yang dibuat semakin cantik. Ketika memutuskan menjadi florist juga harus segera menentukan gaya.

"Ada yang dried flower atau bunga kering, lalu buket bunga Korean style. Ada juga yang memilih fokus ke bunga vas atau untuk dekorasi saja. Rajin ikutan workshop merangkai bunga supaya lebih punya banyak ilmu. Semua profesi memiliki ilmu dan kita harus terus belajar," pungkasnya.

Menjadi florist membuat Dea semakin paham menjadi seorang entrepreneur. Tidak goyah dan pesimistis saat tidak ada pesanan dan melakukan yang terbaik saat ada pesanan pada momen tertentu.

"Buat promo atau bikin edisi rangkaian bunga khusus yang menarik perhatian orang. Apalagi kalau lagi wisuda itu momen besar untuk terima pesanan bunga sebanyak-banyaknya," tambahnya.

Pelaku usaha kecil juga tidak harus memproduksi sendiri. Bisa jadi hanya sebatas ide untuk dibuat orang lain. Seperti Yulis Lisnawati pemilik Rumah Attaqy yang menyediakan kebutuhan pakaian muslimah dan anak. Mengetahui apa yang dibutuhkan seorang muslimah untuk aktivitas sehari-harinya, Yulis memproduksi kerudung seperti yang biasa dia gunakan.

"Saya tahu bahan yang nyaman dan apa yang sedang tren, saya belanja kain sendiri lalu ke penjahit untuk dibuatkan. Kerudung velvet dan monokrom yang saya produksi tembus terjual 1.000 dalam satu bulan," cerita Yulis saat 2015 masih dengan brand awal Hijab Attaqy.

Tidak hanya kerudung, Yulis juga paham yang dibutuhkan muslimah, yakni manset tangan. Berdasarkan manset yang dimilikinya, dia pun meminta penjahitnya untuk membuat manset dengan berbagi warna. Manset ini pun luar biasa dalam 6 bulan sebanyak 10.000 manset diproduksi dan habis terjual.

Impiannya ingin dapat memproduksi semua kebutuhan muslimah, namun keterbatasan modal membuatnya hanya mampu menjadi agen berbagai brand baju muslimah dewasa dan anak-anak yang dipasarkan melalui online. Meskipun begitu, kini Yulis memiliki 6 admin online yang tersebar hingga Pulau Kalimantan dengan hampir 300 lebih reseller di seluruh Indonesia. 

Mereka hanya mengandalkan gawai dan kuota untuk berjualan online. Mayoritas mereka adalah ibu rumah tangga yang ingin mencari uang tambahan. Yulis juga merupakan seorang ibu rumah tangga dengan tiga anak yang ingin tetap berdaya.

Dia pun kerap berbagi ilmu berjualan online di media sosial dengan para reseller-nya. Impian besarnya mungkin belum terwujud, namun kini Yulis sudah menjadi perpanjangan tangan dalam mencari rezeki bagi ibu rumah tangga lainnya.(mr/snd)